Rabu, 29 Oktober 2014

Mengenal Anies Baswedan, Mendikbud

mendikbud-anies-baswedan
Siapa yang belum mengenal sosok figur Anies Baswedan. Anies Baswedan merupakan anak pertama dari pasangan Rasyid Baswedan dan Aliyah. Rasyid Baswedan merupakan Dosen Fakultas Ekonomi serta pernah menjadi Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Sang ibu, Aliyah, juga seorang pengajar dan guru besar di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Dibesarkan dalam lingkungan akademis membuat Anies Baswedan merasakan pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Ini pula yang membuatnya banyak menelurkan program pendidikan di kemudian hari. Pada 11 Mei 1996 Anies Baswedan menikah dengan Fery Farhati Ganis. Fery mendapat gelar Master Parenting Education dari Nothern Illinois University, USA. Pernikahan mereka dikaruniai empat orang anak yakni Mutiara Annisa, Mikail Azizi, Kaisar Hakam dan Ismail Hakim.
Anies adalah ketua yayasan Indonesia mengajar. Anies adalah mahasiswa dan aktivis di Universitas Gadjah Mada (UGM). Beliau mempunyai nama lengkap Anies Rasyid Baswedan Ph. D .Lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969, umur 44 tahun. Ia adalah intelektual asal Indonesia memiliki kepedulian terhadap masyarakat akar rumput khususnya dalam bidang pendidikan. Pemikiran akar rumput, menurut Anies Baswedan adalah berperan dan bersaing dalam tingkat global. Selain memiliki pemahaman terhadap masyarakat akar rumput, ia merupakan seorang intelektual yang memiliki kompetensi internasional, hal ini terbukti dari beberapa penghargaan internasional yang ia dapatkan.
Penghargaan nasional Anies Baswedan Harian Rakyat Merdeka menganugerahkan The Golden Awards pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) harian ini yang ke 14 pada Juni 2013. Anies dipilih atas inspirasinya di bidang pendidikan melalui Gerakan Indonesia Mengajar. Anies Baswedan mendapatkan Anugerah Integritas Nasional dari Komunitas Pengusaha Antisuap (Kupas) serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Penilaian ini didasari atas survey yang dilakukan pada 2012 tentang persepsi masyarakat terhadap sejumlah tokoh nasional. Dompet Dhuafa memberikan penghargaan Dompet Dhuafa Award 2013 kepada Anies Baswedan pada Juli 2013. Penghargaan ini diberikan kepada tokoh-tokoh yang dinilai telah memberikan inspirasi kebajikan bagi masyarakat dan berkontribusi bagi bangsa. Anies Baswedan menerima penghargaan kategori pendidikan. Ia dipilih karena usahanya melunasi janji kemerdekaan di bidang pendidikan melalui Gerakan Indonesia Mengajar. Penghargaan dikancah internasional pada 2004 Anies Baswedan menerima penghargaan Gerald Maryanov Fellow dari Departemen Ilmu Politik Universitas Northern Illinois. Jiwa kepemimpinan Anies Baswedan juga membuahkan hasil dengan hadirnya nama Anies dalam salah satu Young Global Leaders pada Februari 2009 yang diberikan oleh World Economic Forum pada April 2010, Anies Baswedan terpilih sebagai satu dari 20 tokoh yang membawa perubahan dunia untuk 20 tahun mendatang versi majalah Foresight yang terbit di Jepang, dan masih banyak lagi penghargaan yang diterima Anies baik dikancah nasional maupun internasional. Sebagian dari penghargaan itu, terutama di dunia internasional, adalah pengakuan atas Indonesia, tegas Anies. Anies mengaku tidak pernah mendaftar untuk mendapatkan berbagai penghargaan itu. Dia juga menyatakan tidak pernah mengisi formulir apapun terkait berbagai penghargaan tersebut. Karena, setiap ada award itu, sebenarnya tambahan berat di pundak.
Anies menghabiskan masa kecilnya di Yogyakarta. Ia dan orang tuanya tinggal menumpang di rumah kontrakan Abdul Rahman Baswedan, kakeknya, di Taman Yuwono, sebuah komplek perumahan yang berlokasi di Jalan Dagen, belakang kawasan Malioboro, Yogyakarta. Jiwa kepemimpinan Anies Baswedan mulai tumbuh sejak kecil. Hal ini terlihat ketika ia berusia 12 tahun, ia membentuk sebuah kelompok anak-anak muda usia sekitar 7-15 tahun di kampungnya yang diberi nama Klub Anak Berkembang (Kelabang). Anies adalah inisiator dan ketua kelompok anak-anak ini. Kegiatan yang diadakan tergolong sederhana namun sesuai dengan kebutuhan masyarakat, seperti membuat kegiatan olahraga seperti pembuatan sekolah sepakbola dan kesenian. Saat kecil Anies memiliki hobi membaca buku biografi, terutama biografi kepahlawanan. Hobinya ini selain membuatnya belajar banyak hal mengenai tokoh-tokoh penting juga membuatnya kerap melayat pejuang. Saat kecil ia pernah melayat Sultan Hamengku Buwono IX di Sitihinggil bersama adiknya, Ridwan. Saat Kiai Ali Maksum, pimpinan Pondok Pesantren Krapyak, meninggal dunia, Anies jalan kaki dari Krapyak sampai ke tempat pemakamannya di Jalan Bantul, Yogyakarta. Hobi membaca biografi dan mengunjungi pemakaman tokoh yang dekat dengan masyarakat mempengaruhi sikap kepemimpinan Anies Baswedan yang dekat dengan masyarakat.
Anies Baswedan mulai mengenyam bangku pendidikan pada usia 5 tahun. Saat itu Anies kecil bersekolah di TK Masjid Syuhada, Yogyakarta. TK ini merupakan salah satu TK bersejarah di Yogyakarta. Menginjak usia enam tahun, Anies masuk ke Sekolah Dasar (SD) Laboratori, Yogyakarta. Ini merupakan salah satu SD terbaik di Yogyakarta. Kedua orang tua Anies mendidik Anies kecil untuk bertanggungjawab atas segala ulahnya, hal ini secara tidak langsung menumbuhkan sikap tanggungjawab pada dirinya. Saat SD ini pula lah Anies pertama kalinya melatih diri untuk berbicara di depan umum. Saat memasuki kelas 5 dan 6, Anies ditunjuk oleh gurunya untuk berpidato saat acara Idul Adha yang diselenggarakan di sekolah. Itu adalah pertama kalinya ia berpidato di depan orang banyak. Anies kemudian melanjutkan studinya ke SMP Negeri 5, ini merupakan salah satu SMP unggulan di Yogyakarta. Jiwa sosialnya semakin tertanam di masa ini. Ia didaulat menjadi Ketua Seksi Pengabdian Masyarakat di sekolah. Tugasnya misalnya mengabarkan dan mengumpulkan dana jika ada anggota keluarga dari siswa, guru atau karyawan di sekolah itu yang sakit atau meninggal. Secara struktural, jabatan itu seolah tidak penting dalam organisasi siswa sekolah. Tetapi pada pelaksanaannya, justru seksi inilah yang paling aktif. Di sini Anies berlatih berbicara di depan umum, karena setiap ada musibah ia lah yang bicara dari kelas ke kelas untuk menghimpun bantuan. Setelah itu, ia juga yang akan memimpin teman-temannya mendatangi keluarga yang sedang terkena musibah untuk menyampaikan rasa duka cita dan sumbangan yang telah dihimpun. Anies kemudian menjadi Ketua Panitia Tutup Tahun SMP Negeri 5. Acara ini diselenggarakan di Gedung Purna Budaya secara besar-besaran. Keberhasilan acara ini membuktikan ia dapat memimpin rekan-rekannya dalam usia yang cenderung sangat muda. Anies melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 2 Yogyakarta. Pada masa ini Anies mulai merasakan pentingnya kompetensi di level internasional. Belum genap satu tahun mengenyam bangku SMA, ia sudah didaulat menjadi Wakil Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah(OSIS). Posisi ini membawanya mewakili sekolah untuk mengikuti pelatihan kepemimpinan di Jakarta pada September 1985. Ada 300 delegasi OSIS seluruh Indonesia pada acara tersebut. Pertemuan tersebut menelurkan seorang pemimpin yakni Anies Baswedan. Secara tidak langsung pada saat itu ia adalah Ketua OSIS Se-Indonesia, padahal ia baru menginjak kelas 1 SMA. Posisi ini semakin mengasah jiwa kepemimpinan karena harus memimpin para Ketua OSIS. Menginjak kelas 2 SMA pada 1987 Anies terpilih menjadi peserta AFS, program pertukaran pelajar siswa Indonesia-Amerika. Selama satu tahun ia tinggal di rumah sebuah keluarga di Milwakuee, Wisconsin, Amerika Serikat. Ini merupakan salah satu momen penting dalam perjalanan Anies muda. Tinggal selama satu tahun di negeri Paman Sam membuat cakrawalanya terbuka luas dan cara berpikir Anies menjadi lebih global. Sekembalinya ke Yogyakarta, Anies mendapat kesempatan meningkatkan diri di bidang jurnalistik. TVRI Yogya pimpinan Ishadi SK membuat acara bernama Tanah Merdeka. Acara ini merekrut anak-anak muda di Yogya untuk mewawancarai tokoh-tokoh nasional, Anies terpilih sebagai salah satu pewawancara. Kesempatan ini membawanya mewawancarai beberapa tokoh nasional pada masa Orde Baru.
Saat kuliah Anies aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Setelah lama dibekukan karena kebijakan Orba, organisasi kemahasiswaan akhirnya dibolehkan kembali ada di kampus. Saat itu Anies menjadi Ketua Senat Mahasiswa UGM yang pertama setelah dibekukan dalam jangka waktu yang lama. Senat Mahasiswa adalah embrio munculnya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di beberapa universitas saat ini. Sewaktu menjadi mahasiswa Anies Baswedan juga mendapat beasiswa Japan Airlines Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas bidang Asian Studies di Universitas Sophia, Tokyo, Jepang. Beasiswa ini ia dapatkan karena memenangkan sebuah lomba menulis mengenai lingkungan. Ia menjadi pemenang karena kegemarannya mengeliping artikel. Saat itu kumpulan artikel hasil klipingnya ia jadikan bahan referensi penting dalam penulisan artikel untuk lomba tersebut. Anies lulus kuliah pada tahun 1995, setahun kemudian ia mendapat beasiswa melanjutkan studi master bidang International Security and Economic Policy, di University of Maryland, College Park. Sewaktu kuliah ia dianugerahi William P. Cole III Fellow di Maryland School of Public Policy, ICF Scholarship, dan ASEAN Students Award. Setelah lulus dari program master ia mendapatkan beasiswa program doktoral dari Northern Illinois University. Disertasi Anies Baswedan tentang “Otonomi Daerah dan Pola Demokrasi di Indonesia”. Ia juga aktif menulis artikel dan menjadi pembicara baik di dalam maupun luar negeri. Ia banyak menulis artikel mengenai desentralisasi, demokrasi dan politik Islam di Indonesia. Artikel jurnalnya yang berjudul “Political Islam: Present and Future Trajectory” dimuat di Asian Survey, sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas California. Sementara artikel “Indonesian Politics in 2007: The Presidency, Local Elections and The Future of Democracy” diterbitkan oleh BIES, Australian National University. Pemikirannya mengenai otonomi daerah dan desentralisasi tidak hanya tertuang dalam disertasinya. Tetapi merupakan sumbangsih penting bagi proses transisi pemerintahan Indonesia dari sentralistik menuju desentralisasi melalui otonomi daerah.
Dalam berbagai kesempatan, Anies Baswedan selalu mengatakan ada tiga hal yang ia jadikan pedoman dalam memilih karier. Apakah secara intelektual dapat tumbuh, apakah masih dapat menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, apakah mempunyai pengaruh sosial. Inilah yang menjadi dasar Anies sangat mementingkan persaingan dalam lingkup global dan internasional. Dan tingginya rasa sosial terhadap sesama terutama dalam masalah pendidikan.
Selesai program Strata 1 (S1) di Fakultas Ekonomi UGM, Anies Baswedan sempat berkarier sebagai peneliti dan koordinator proyek di Pusat Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM. Kariernya di sana tak berlangsung lama, sebab pada 1996 ia mendapatkan beasiswa program master ke Amerika Serikat. Selesai mengambil kuliah doktor pada 2004, karena tidak memiliki uang untuk kembali ke tanah air, Anies sempat bekerja sebagai manajer riset di IPC, Inc. Chicago, sebuah asosiasi perusahaan elektronik sedunia. Kecintaannya pada tanah air membuatnya kembali ke Indonesia. Ia kemudian bergabung dengan Kemitraan untuk Reformasi Tata Kelola Pemerintahan sebuah lembaga non-profit yang berfokus pada reformasi birokrasi di beragam wilayah di Indonesia dengan menekankan kerjasama antara pemerintah dengan sektor sipil. Hal ini tentu saja tak lepas dari kepeduliannya terhadap demokrasi, otonomi daerah dan desentralisasi seperti tertuang dalam disertasi dan artikel-artikelnya di beragam jurnal dan media. Anies kemudian menjadi direktur riset The Indonesian Institute. Ini merupakan lembaga penelitian kebijakan publik yang didirikan pada Oktober 2004 oleh aktivis dan intelektual muda yang dinamis. Kariernya di The Indonesian Institute tentu tak lepas dari latar belakang pendidikannya di bidang kebijakan publik.
Pada 15 Mei 2007, Anies Baswedan menemui momen penting dalam kariernya. Ia dilantik menjadi Rektor Universitas Paramadina, menggantikan posisi yang dulu ditempati oleh cendekiawan Muslim, Nurcholish Madjid, yang juga merupakan pendiri universitas tersebut. Dilantiknya Anies menjadi rektor membuatnya tercatat sebagai rektor termuda di Indonesia, dimana saat itu usianya baru menginjak 38 tahun. Anies terkesan dengan pidato Joseph Nye, Dekan Kennedy School of Government di Harvard University, yang mengatakan salah satu keberhasilan universitasnya adalah “admit only the best” alias hanya menerima yang terbaik. Dari sinilah Anies kemudian menggagas rekrutmen anak-anak terbaik Indonesia. Strategi yang kemudian dikembangkan Anies Baswedan adalah mencanangkan Paramadina Fellowship atau beasiswa Paramadina. Beasiswa itu meliputi biaya kuliah, buku, dan biaya hidup. Paramadina Fellowship adalah perwujudan idealisme dengan bahasa bisnis. Hal ini dilakukan karena kesadaran bahwa dunia pendidikan dan bisnis memiliki pendekatan yang berbeda. Untuk mewujudkan itu Anies mengadopsi konsep penamaan mahasiswa yang sudah lulus seperti yang biasa digunakan di banyak Universitas di Amerika Utara dan Eropa. Caranya, titel seorang lulusan universitas tersebut mencantumkan nama sponsornya. Misalnya jika seorang mahasiswa mendapatkan dana dari Mien R. Uno (seorang pendonor) maka mahasiswa tersebut diwajibkan menggunakan titel Paramadina Mien R. Uno fellow. Strategi Paramadina Fellowship ini menunjukkan dampak yang sangat positif. Kini bahkan 25% dari sekitar 2000 mahasiswa Universitas Paramadina berasal dari beasiswa ini. Tentu ini sumbangsih penting bagi dunia pendidikan Indonesia di tengah mahalnya biayanya pendidikan tinggi. Gebrakan lain yang dilakukan oleh Anies Baswedan di universitas yang ia pimpin adalah pengajaran anti korupsi di bangku kuliah. Hal ini didasari karena Anies menganggap bahwa salah satu persoalan bangsa ini adalah praktek korupsi. Karena itu ia berinisiatif membuat mata kuliah wajib anti korupsi. Yang diajarkan dalam mata kuliah ini mulai kerangka teoritis sampai laporan investigatif tentang praktik korupsi. Matakuliah anti korupsi yang digagas oleh Anies sebagai mata kuliah di Universitas Paramadina, bisa ditiru, oleh perguruan – perguruan tinggi lain di Indonesia. Bahkan mungkin, bisa dikembangkan, dan ditindak lanjuti hasil dari kuliah anti korupsi. Mungkin, dengan adanya mata kuliah anti korupsi, terwujud cita – cita Indonesia mempunyai negara dan pemimpin yang bebas dari korupsi.
Saat Anies kuliah di Amerika Serikat. Tinggal, belajar dan bekerja di sana membuatnya memahami bahwa anak-anak Indonesia membutuhkan kompetensi kelas dunia untuk bersaing di lingkungan global. Tetapi, kompetensi kelas dunia saja tak cukup. Anak-anak muda Indonesia harus punya pemahaman empatik yang mendalam seperti akar rumput meresapi tanah tempatnya hidup. Semua proses di atas, secara perlahan membentuk ide besar Gerakan Indonesia Mengajar. Konstruksi dasarnya mulai terumuskan pada pertengahan 2009. Ketika itu, Anies mendiskusikan dan menguji idenya pada berbagai pihak. Gagasan ini kemudian siap mewujud ketika beberapa pihak berkenan menjadi sponsor. Proses untuk mendesain dan mengembangkan konsep Indonesia Mengajar pun dimulai pada akhir 2009, dengan membentuk tim kecil yang kemudian berkembang hingga menjadi organisasi seperti sekarang ini. Sampai saat ini pun, Anies Baswedan merupakan salah satu pendiri dan juga Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar. Dan juga ada Buku “Indonesia Mengajar” berisi kisah tentang para Pengajar Muda di Pelosok Negeri, buku tersebut diperkenalkan kepada masyarakat luas.
Saat itu, Anies bergaul dan belajar banyak dari seorang mantan rektor UGM periode 1986-1990: Prof Dr Koesnadi Hardjasoemantri (Pak Koes). Pak Koes, seorang keturunan ningrat dari Tasikmalaya, adalah eks Tentara Pelajar yang pasca-revolusi kemerdekaan menjadi mahasiswa di UGM yang baru berdiri di Jogja. Inspirasi Indonesia mengajar berawal dari pak Koes yaitu teman bergaul bapak Anies Baswedan . Indonesia mengajar, ada tahun 1950an, Pak Koes menginisiasi sebuah program bernama Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM), yakni sebuah program untuk mengisi kekurangan guru SMA di daerah, khususnya di luar Jawa. Dalam beberapa kasus, PTM ini justru mendirikan SMA baru dan pertama di sebuah kota kabupaten.
Semasa mahasiswa sampai pasca kepulangan dari kuliah di Amerika Serikat, Anies sering melakukan perjalanan, berinteraksi dan tinggal di daerah atau lingkup budaya berbeda. Waktu kuliah, ia tinggal di daerah lain, walau hanya beberapa bulan, semasa Kuliah Kerja Nyata (KKN). Ia juga sering melakukan perjalanan riset terkait pekerjaannya sebagai peneliti dan penasehat di sebuah lembaga di Jakarta, dan terkadang tinggal dan berinteraksi dengan berbagai unit budaya di Indonesia maupun di luar negeri.
Pengalaman tersebut membawa Anies pada beberapa hasil perenungan:
1. Janji Kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak diterima merata di penjuru Tanah Air. Sebagian sudah lunas terpenuhi janjinya dan sebagian lainnya belum.
2. Tinggal dan berinteraksi di lingkungan kebudayaan yang berbeda, akan memberikan pengalaman kepemimpinan nyata dan pemahaman empatik yang tinggi bagi yang melaluinya. Inilah salah satu rujukan tumbuhnya ide Indonesia Mengajar.
Setelah Indonesia mengajar, Anies dan rekan – rekannya menyiapkan Gerakan Kelas Inspirasi. Kelas Inspirasi adalah semacam gerakan berbagi pengalaman dan nilai-nilai yang melibatkan sekitar seribu orang berlatar profesi macam-macam, di sekitar 130 sekolah dasar. Menurut Anies, anak-anak itu akan terbuka wawasannya, setelah para profesional mulai wartawan, dokter, penulis naskah, geologis, arsitek hingga juru masak menceritakan pengalamannya serta membagikan nilai-nilai positif dalam perjalanan hidupnya. lalu mereka para siswa sekolah dasar memiliki mimpi, yang bisa menjadi semacam motivator. Jika selama ini, anak-anak itu terpaku semata-mata pada cita-cita seperti insinyur, dokter atau pilot, maka diharapkan setelah mengikuti GKI, mereka akan memiliki pengetahuan lebih luas terhadap aneka profesi lainnya.
Menurut Anies Indonesia Mengajar bukanlah semacam simbol kritik terhadap pemerintah yang dianggap gagal. Indonesia mengajar mampu menyelesaikan permasalahan pendidikan misalnya kekurangan tenaga pendidik. Kita itu justru mau menggandakan perasaan memiliki atas masalah pendidikan. Bahwa pendidikan bukan masalahnya pemerintah saja. Secara konstitusional ini kewajiban negara, tetapi secara moral, mendidik adalah kewajiban setiap orang terdidik. Ini pesan yang ingin kita gandakan. Jika nanti di sana ada yang bilang terima kasih anda sudah datang, terima kasih sudah mau mengajar di sini, padahal pemerintah belum kirim orang, maka katakan: saya mewakili negara, saya datang mewakili bangsa.
Pada akhir Februari 2013 lalu, Anies Baswedan terpilih sebagai Ketua Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK, untuk menyelidiki pembocoran surat perintah penyidikan terkait kasus dugaan korupsi mantan Ketua Umum Partai Demokrat. Saya adalah orang yang selalu ingin menjadi bagian dari bermasyarakat, tetapi memanfaatkan pengetahuan untuk bisa membaca fenomena secara analitik, lalu mencoba mengusulkan solusi-solusi yang bisa diaplikasikan, jelasnya.
Filosofi Anies dalam berpolitik. Berpolitik itu membawa ide, bawa gagasan, dan menyelesaikan dengan kepala tegak. Kalau bepolitik itu semata-mata untuk mendapatkan kekuasaan, kata Anies, pasti dia keluar dengan kepala menunduk. Dan saya rasa, hari ini terlalu banyak orang kepalanya menunduk. Saya tak mau ikut rombongan yang ikut menunduk di situ, tandasnya. Menurutnya, pendekatan yang lebih tepat adalah kepemimpinan yang hadir untuk merangsang semua orang mau menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.
Anies mempunyai hobi antara lain yaitu memelihara burung . Sebetulnya ini adalah hobi di masa kecil Anies. Di masa kanak-kanak di Yogyakarta, dia acap bermain ke Pasar burung Ngasem. Di sanalah, Anies mengaku menikmati suara-suara burung itu, serta sesekali membelinya. Namun demikian, Anies menekankan, belasan burung yang dia pelihara di rumahnya, merupakan hasil penangkaran. Anies tidak ingin ada burung yang dipelihara di rumahnya hasil penangkapan. Hobi lainnya, Anies mengaku masih menyempatkan membaca buku. Anies juga rajin mengajak keluarga ke toko buku atau museum.
Minggu, tanggal 22 Desember 2013 Anies Baswedan berkunjung ke makam presiden pertama Indonesia, Soekarno di Blitar, Jawa Timur. Anies mengaku akan meniru perjalanan hidup Bung Karno. “Dia hibahkan semua hidupnya, dia bahkan tidak ambil sedikit pun kepada republik”. Kekaguman Anies akan sosok Bung Karno juga tak lepas dari persahabatan kakeknya, AR Baswedan dengan sang Proklamator. Anies berziarah ke makam Bung Karno bukan untuk pencitraan di dalam dunia politik. Karena memang Anies dari SD sudah hobi membaca biografi tokoh kepahlawanan, bahkan Anies juga pernah melayat ke makam Sultan Hamengku Buwono bersama adiknya. Dan Anies juga sudah sering berkeliling Indonesia dengan bendera Indonesia mengajar, sebelum Anies masuk ke dunia politik. Hal itu membuktikan bahwa Anies memiliki jiwa juang dan sosial yang tinggi terhadap Indonesia.
Pemikiran Anies tentang pembangunan Indonesia. Anies mengkritik fokus pembangunan yang selama ini dilakukan pemerintah hanya pada infrastruktur. Menurut Anies, seharusnya fokus kerja terletak kepada peningkatan kualitas manusia Indonesia. Anies juga mengambil contoh negara OKI yaitu Organisasi Kerjasama Islam mengatakan, Gross Domestic Product (GDP) 57 negara OKI jika digabungkan hanya 79 persen negara Jepang. Padahal, negara-negara anggota OKI berlimpah sumber daya alam seperti Indonesia, Arab Saudi, Qatar, Iran, Irak, Libia. Jepang tak punya SDA, hanya memiliki manusia. Anies berpendapat sudah saatnya kita mengembalikan manusia Indonesia sebagai fokus dalam pengembangan Indonesia secara lengkap,” . Bukan hanya menyinggung infrastruktur untuk manusia. Anies mencontohkan ketimpangan kondisi ekonomi di Indonesia. Jika dibuat peta Indonesia berdasarkan jarak ekonomis, kata dia, maka jarak Jakarta-Cirebon akan lebih jauh ketimbang Jakarta-Singapura. “Sekarang kita mau jaga keutuhan Indonesia, jarak itu harus dibereskan. Saya rasa ini problem yang luar biasa. Ketimpangan antara yang makmur, sejahtera, dengan tidak sejahtera. Yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Yang berpengetahuan dengan tidak berpengetahuan. Ketimpangan ini harus dibereskan secara amat mendasar. Kalau kita akan menjadi bagian dari global dan ini belum beres, saya rasa akan menjadi masalah besar,” papar Anies.
Dari pemaparan Anies di atas, tentang pembangunan Indonesia, mencerminkan sosok dan sifat pemimpin yang sesungguhnya. Anies, mampu menangkap permasalahan besar yang sebenarnya terjadi di Indonesia, mulai dari kurangnya rasa empati masyarakat Indonesia, tingginya korupsi dan kesalahan pemerintah saat ini, dalam membaca masalah pembangunan Indonesia. Masyarakat Indonesia mayoritas muslim, orang – orang beragama harusnya malu jika mengambil uang yang bukan haknya, jika mengeksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan pribadi maupun politik.
Pada Pemilu 2009, Anies menjadi moderator dalam acara debat calon presiden 2009. Pada akhir 2009, Anies dipilih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi anggota Tim-8 dalam kasus sangkaan pidana terhadap pimpinan KPK yaitu Bibit dan Chandra. Walaupun Anies tidak memiliki latar belakang hukum, namun ia dipilih menjadi Juru Bicara Tim-8. Penyampaiannya yang sistematis, tenang dan obyektif dianggap turut membantu menjernihkan suasana dalam suhu politik yang agak memanas di masa itu.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berusaha keras menemukan penerus di Partai Demokrat, yang popularitasnya sedang terpuruk dan tercoreng skandal-skandal korupsi tingkat tinggi, untuk bersaing pada pemilihan umum tahun 2014. Tak mampu menemukan penerus yang ideal dalam tubuh partai, Presiden SBY mengundang sejumlah tokoh nasional untuk memperebutkan tiket calon presiden dan wakil presiden melalui sebuah konvensi partai yang oleh para pengamat kerap dijuluki “Indonesian Idol”, kontes popularitas versi partai politik. Di antara sebelas kandidat yang berlaga adalah Anies Baswedan , 44, Rektor Universitas Paramadina, Jakarta. Seorang akademisi yang kritis menyuarakan pandangannya tentang pluralisme dan toleransi. Ia menjadi cermin bagi pandangan yang progresif untuk sebuah masyarakat Indonesia yang modern, terdidik dan toleran. Anies secara rutin menulis kolom di media massa mengenai masalah pendidikan, kebijakan publik, Islam dan politik. Sebelumnya ia tidak bergabung dengan partai politik manapun. Tantangan terbesar dari politik Indonesia adalah integritas. Kita harus mengembalikan integritas dan kredibilitas dalam proses pengambilan keputusan. Kepentingan dan kedaulatan rakyat haruslah nomor satu. Indonesia tidak bisa berkompetisi secara global ketika masyarakatnya tidak terdidik. Kita tidak bisa menciptakan kesejahteraan dengan cash transfer. Kita harus membuat masyarakat mandiri melalui pendidikan, sehingga mereka bisa menghadapi dan memecahkan masalah. Sementara itu tujuan jangka pendek adalah memperbaiki dan memperkuat penegakan hukum.
kepemimpinan di Indonesia seharusnya tidak mencerminkan kekuatan politik semata, tapi harus menjadi wajah dari ide dan gagasan kepemimpinan ke depan mau jadi apa. Kita harus membangkitkan kepercayaan pada proses politik. The job of leadership adalah untuk membawa nuansa yang positif.
Menurut Anies setiap pemimpin, pasti mempunyai masalah dalam mengemban amanat kepemimpinannya. Saya ingin membangun dan meningkatkan human capital. Kita memiliki 170 ribu SD, 39 ribu SMP dan 27 ribu SMA. Dari situ kita melihat bahwa kita memang berencana untuk mendidik semua orang. Menurut Anies, kita membangun manusianya. Tapi tahukah Anda, dari 5.6 juta yang masuk SD, hanya 2.3 juta yang lulus SMA? Yang 3,3 juta hilang di jalan. Kemana dan mengapa mereka menghilang? Ini angka tahun 2012. Dan ini adalah mereka yang bersekolah. Bagaimana dengan anak-anak lain yang tidak bersekolah?. Anies yang memang seorang rektor dan memiliki jiwa sosial dan juang yang tinggi terhadap pendidikan dari dulu. Kinipun juga ikut teraplikasikan program – progam pendidikannya saat Anies terjun ke dunia kepemimpinan dan politik.
Anies mengungkap kegemarannya berkelahi saat usianya berkisar antara 7 dan 8 tahun, ketika duduk dibangku SD Laboratori, Yogyakarta.”Saya rasa (saya) terinspirasi Muhammad Ali,”ungkap Anies, menyebut idolanya petinju legendaris berkulit hitam asal Amerika Serikat. Lantaran gemar meninju teman-teman sebayanya, baik di sekolah atau di lingkungan rumahnya di Yogyakarta, ibunya Aliyah Rasyid, saat itu dosen IKIP Yogyakarta berulangkali dipanggil kepala sekolah. Namun demikian, siapa sangka, kegemarannya bertinju itu kelak mengantarnya gemar membaca buku, dan mengenal tokoh-tokoh nasional dan dunia, serta belakangan membuatnya akrab dengan istilah dan makna inspirasi.
Suatu saat, orang tuanya mendaftarkan Anies kecil menjadi anggota perpustakaan milik Surat Kabar Kedaulatan Rakyat (KR), yang letaknya kira-kira empat kilometer dari kediamannya. Sang ayah, Rasyid Baswedan, juga mengizinkannya naik sepeda saat berangkat dan pulang dari perpustakaan tersebut, saban sore. Belakangan, Rektor Universitas Paramadina (sejak 2007 lalu) ini menyadari bahwa keputusan orang tuanya mengizinkannya bersepeda ke perpustakaan KR tiap sore hari, menjauhkannya dari kegemarannya adu jotos dengan kawan-kawan di lingkungan rumahnya. Lebih dari itu, aktivitas bersepeda ke perpustakaan itu juga membuatnya lambat-laun menyukai kegiatan membaca buku , walaupun orang tua Anies tidak mengajarkan pada Anies, cintailah buku, bacalah, atau buku itu penting. Cerita Agus Salim tokoh nasional dan Menteri Luar Negeri di jaman revolusi kemerdekaan itu menempel betul pada diri Anies Baswedan waktu itu.
Di sinilah, Doktor ilmu politik Universitas Northern Illinois (2005) ini, menyebut keputusan orang tuanya sebagai trik yang cukup menarik, karena tanpa secara eksplisit saya diberitahu untuk menyukai buku, tapi saya diarahkan untuk menyukai buku.
Kesuksesan Anies sekarang ini, bukan tanpa perjuangan dan pengorbanan. Anies sebagai Ketua yayasan Indonesia mengajar, Rektor Universitas Paramadina, dan semua penghargaan Anies baik nasional maupun internasional. Itu semua diperoleh karena Anies belajar mempunyai rasa tanggung jawab, rasa sosial, dan empati. Anies belajar itu semua dari kecil, dan saat Anies mengerti tentang organisasi dan pentingnya pendidikan, dia mulai membentuk organisasi sosial seperti kelabang atau klub anak berkembang,yang kegiatannya dalam bidang olahraga dan seni, hingga dilanjutkan dengan OSIS, ketua senat, beasiswa dan pertukaran pelajar. Anies hobi membuat kliping, artikel – artikel Anies, disertasi dan karya tulis Anies, banyak dimuat di jurnal nasional maupun internasional, bahkan karya tulis Anies tentang desentralisasi dan otonomi daerah menjadi sumbangsih penting bagi pemerintahan Indonesia. Memang Anies dilahirkan dari keluarga pendidik, namun kepedulian Anies yang salah satunya diwujudkan dengan gerakan Indonesia mengajar, merupakan salah satu contoh empati dan semangat juang yang tinggi terhadap Indonesia. Gagasan Indonesia mengajar yang didirikan oleh Anies hanyalah salah satu contoh bagi masyarakat Indonesia, untuk memahami pentingnya pendidikan, toleransi, dan membantu sesama. Sehingga menghasilkan kesuksesan dan manfaat yang besar untuk Anies, masyarakat Indonesia, dan secara tidak langsung Anies juga telah menyumbang pembangunan Indonesia. Walaupun diantara kita ada yang tidak terlahir dari kalangan akademis, seperti beliau Anies Baswedan, tapi jangan jadikan itu alasan. Kita harus meniru semangat Anies Baswedan untuk melunasi janji kemerdekaan, dalam hal apapun kita harus mempunyai semangat juang yang tinggi untuk melunasi janji kemerdekaan. Seperti Anies Baswedan yang melakukan perubahan kecil untuk Indonesia dan berdampak besar pada pendidikan Indonesia, tentunya dengan hati dan sikap rendah hati dan tidak terpengaruh iming – iming kekuasaan.

Sumber : artikel - kompasiana foto- ub.ac.id

0 komentar:

Posting Komentar