Siapa yang belum mengenal sosok figur Anies Baswedan. Anies Baswedan
merupakan anak pertama dari pasangan Rasyid Baswedan dan Aliyah. Rasyid
Baswedan merupakan Dosen Fakultas Ekonomi serta pernah menjadi Wakil
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Sang ibu, Aliyah,
juga seorang pengajar dan guru besar di Universitas Negeri Yogyakarta
(UNY). Dibesarkan dalam lingkungan akademis membuat Anies Baswedan
merasakan pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Ini pula
yang membuatnya banyak menelurkan program pendidikan di kemudian hari.
Pada 11 Mei 1996 Anies Baswedan menikah dengan Fery Farhati Ganis. Fery
mendapat gelar Master Parenting Education dari Nothern Illinois
University, USA. Pernikahan mereka dikaruniai empat orang anak yakni
Mutiara Annisa, Mikail Azizi, Kaisar Hakam dan Ismail Hakim.
Anies adalah ketua yayasan Indonesia mengajar. Anies adalah mahasiswa
dan aktivis di Universitas Gadjah Mada (UGM). Beliau mempunyai nama
lengkap Anies Rasyid Baswedan Ph. D .Lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7
Mei 1969, umur 44 tahun. Ia adalah intelektual asal Indonesia memiliki
kepedulian terhadap masyarakat akar rumput khususnya dalam bidang
pendidikan. Pemikiran akar rumput, menurut Anies Baswedan adalah
berperan dan bersaing dalam tingkat global. Selain memiliki pemahaman
terhadap masyarakat akar rumput, ia merupakan seorang intelektual yang
memiliki kompetensi internasional, hal ini terbukti dari beberapa
penghargaan internasional yang ia dapatkan.
Penghargaan nasional Anies Baswedan Harian Rakyat Merdeka
menganugerahkan The Golden Awards pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT)
harian ini yang ke 14 pada Juni 2013. Anies dipilih atas inspirasinya
di bidang pendidikan melalui Gerakan Indonesia Mengajar. Anies Baswedan
mendapatkan Anugerah Integritas Nasional dari Komunitas Pengusaha
Antisuap (Kupas) serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.
Penilaian ini didasari atas survey yang dilakukan pada 2012 tentang
persepsi masyarakat terhadap sejumlah tokoh nasional. Dompet Dhuafa
memberikan penghargaan Dompet Dhuafa Award 2013 kepada Anies Baswedan
pada Juli 2013. Penghargaan ini diberikan kepada tokoh-tokoh yang
dinilai telah memberikan inspirasi kebajikan bagi masyarakat dan
berkontribusi bagi bangsa. Anies Baswedan menerima penghargaan kategori
pendidikan. Ia dipilih karena usahanya melunasi janji kemerdekaan di
bidang pendidikan melalui Gerakan Indonesia Mengajar. Penghargaan
dikancah internasional pada 2004 Anies Baswedan menerima penghargaan
Gerald Maryanov Fellow dari Departemen Ilmu Politik Universitas Northern
Illinois. Jiwa kepemimpinan Anies Baswedan juga membuahkan hasil dengan
hadirnya nama Anies dalam salah satu Young Global Leaders pada Februari
2009 yang diberikan oleh World Economic Forum pada April 2010, Anies
Baswedan terpilih sebagai satu dari 20 tokoh yang membawa perubahan
dunia untuk 20 tahun mendatang versi majalah Foresight yang terbit di
Jepang, dan masih banyak lagi penghargaan yang diterima Anies baik
dikancah nasional maupun internasional. Sebagian dari penghargaan itu,
terutama di dunia internasional, adalah pengakuan atas Indonesia, tegas
Anies. Anies mengaku tidak pernah mendaftar untuk mendapatkan berbagai
penghargaan itu. Dia juga menyatakan tidak pernah mengisi formulir
apapun terkait berbagai penghargaan tersebut. Karena, setiap ada award
itu, sebenarnya tambahan berat di pundak.
Anies menghabiskan masa kecilnya di Yogyakarta. Ia dan orang tuanya
tinggal menumpang di rumah kontrakan Abdul Rahman Baswedan, kakeknya, di
Taman Yuwono, sebuah komplek perumahan yang berlokasi di Jalan Dagen,
belakang kawasan Malioboro, Yogyakarta. Jiwa kepemimpinan Anies Baswedan
mulai tumbuh sejak kecil. Hal ini terlihat ketika ia berusia 12 tahun,
ia membentuk sebuah kelompok anak-anak muda usia sekitar 7-15 tahun di
kampungnya yang diberi nama Klub Anak Berkembang (Kelabang). Anies
adalah inisiator dan ketua kelompok anak-anak ini. Kegiatan yang
diadakan tergolong sederhana namun sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
seperti membuat kegiatan olahraga seperti pembuatan sekolah sepakbola
dan kesenian. Saat kecil Anies memiliki hobi membaca buku biografi,
terutama biografi kepahlawanan. Hobinya ini selain membuatnya belajar
banyak hal mengenai tokoh-tokoh penting juga membuatnya kerap melayat
pejuang. Saat kecil ia pernah melayat Sultan Hamengku Buwono IX di
Sitihinggil bersama adiknya, Ridwan. Saat Kiai Ali Maksum, pimpinan
Pondok Pesantren Krapyak, meninggal dunia, Anies jalan kaki dari Krapyak
sampai ke tempat pemakamannya di Jalan Bantul, Yogyakarta. Hobi membaca
biografi dan mengunjungi pemakaman tokoh yang dekat dengan masyarakat
mempengaruhi sikap kepemimpinan Anies Baswedan yang dekat dengan
masyarakat.
Anies Baswedan mulai mengenyam bangku pendidikan pada usia 5 tahun. Saat
itu Anies kecil bersekolah di TK Masjid Syuhada, Yogyakarta. TK ini
merupakan salah satu TK bersejarah di Yogyakarta. Menginjak usia enam
tahun, Anies masuk ke Sekolah Dasar (SD) Laboratori, Yogyakarta. Ini
merupakan salah satu SD terbaik di Yogyakarta. Kedua orang tua Anies
mendidik Anies kecil untuk bertanggungjawab atas segala ulahnya, hal ini
secara tidak langsung menumbuhkan sikap tanggungjawab pada dirinya.
Saat SD ini pula lah Anies pertama kalinya melatih diri untuk berbicara
di depan umum. Saat memasuki kelas 5 dan 6, Anies ditunjuk oleh gurunya
untuk berpidato saat acara Idul Adha yang diselenggarakan di sekolah.
Itu adalah pertama kalinya ia berpidato di depan orang banyak. Anies
kemudian melanjutkan studinya ke SMP Negeri 5, ini merupakan salah satu
SMP unggulan di Yogyakarta. Jiwa sosialnya semakin tertanam di masa ini.
Ia didaulat menjadi Ketua Seksi Pengabdian Masyarakat di sekolah.
Tugasnya misalnya mengabarkan dan mengumpulkan dana jika ada anggota
keluarga dari siswa, guru atau karyawan di sekolah itu yang sakit atau
meninggal. Secara struktural, jabatan itu seolah tidak penting dalam
organisasi siswa sekolah. Tetapi pada pelaksanaannya, justru seksi
inilah yang paling aktif. Di sini Anies berlatih berbicara di depan
umum, karena setiap ada musibah ia lah yang bicara dari kelas ke kelas
untuk menghimpun bantuan. Setelah itu, ia juga yang akan memimpin
teman-temannya mendatangi keluarga yang sedang terkena musibah untuk
menyampaikan rasa duka cita dan sumbangan yang telah dihimpun. Anies
kemudian menjadi Ketua Panitia Tutup Tahun SMP Negeri 5. Acara ini
diselenggarakan di Gedung Purna Budaya secara besar-besaran.
Keberhasilan acara ini membuktikan ia dapat memimpin rekan-rekannya
dalam usia yang cenderung sangat muda. Anies melanjutkan sekolah ke SMA
Negeri 2 Yogyakarta. Pada masa ini Anies mulai merasakan pentingnya
kompetensi di level internasional. Belum genap satu tahun mengenyam
bangku SMA, ia sudah didaulat menjadi Wakil Ketua Organisasi Siswa Intra
Sekolah(OSIS). Posisi ini membawanya mewakili sekolah untuk mengikuti
pelatihan kepemimpinan di Jakarta pada September 1985. Ada 300 delegasi
OSIS seluruh Indonesia pada acara tersebut. Pertemuan tersebut
menelurkan seorang pemimpin yakni Anies Baswedan. Secara tidak langsung
pada saat itu ia adalah Ketua OSIS Se-Indonesia, padahal ia baru
menginjak kelas 1 SMA. Posisi ini semakin mengasah jiwa kepemimpinan
karena harus memimpin para Ketua OSIS. Menginjak kelas 2 SMA pada 1987
Anies terpilih menjadi peserta AFS, program pertukaran pelajar siswa
Indonesia-Amerika. Selama satu tahun ia tinggal di rumah sebuah keluarga
di Milwakuee, Wisconsin, Amerika Serikat. Ini merupakan salah satu
momen penting dalam perjalanan Anies muda. Tinggal selama satu tahun di
negeri Paman Sam membuat cakrawalanya terbuka luas dan cara berpikir
Anies menjadi lebih global. Sekembalinya ke Yogyakarta, Anies mendapat
kesempatan meningkatkan diri di bidang jurnalistik. TVRI Yogya pimpinan
Ishadi SK membuat acara bernama Tanah Merdeka. Acara ini merekrut
anak-anak muda di Yogya untuk mewawancarai tokoh-tokoh nasional, Anies
terpilih sebagai salah satu pewawancara. Kesempatan ini membawanya
mewawancarai beberapa tokoh nasional pada masa Orde Baru.
Saat kuliah Anies aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Setelah lama
dibekukan karena kebijakan Orba, organisasi kemahasiswaan akhirnya
dibolehkan kembali ada di kampus. Saat itu Anies menjadi Ketua Senat
Mahasiswa UGM yang pertama setelah dibekukan dalam jangka waktu yang
lama. Senat Mahasiswa adalah embrio munculnya Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) di beberapa universitas saat ini. Sewaktu menjadi mahasiswa Anies
Baswedan juga mendapat beasiswa Japan Airlines Foundation untuk
mengikuti kuliah musim panas bidang Asian Studies di Universitas Sophia,
Tokyo, Jepang. Beasiswa ini ia dapatkan karena memenangkan sebuah lomba
menulis mengenai lingkungan. Ia menjadi pemenang karena kegemarannya
mengeliping artikel. Saat itu kumpulan artikel hasil klipingnya ia
jadikan bahan referensi penting dalam penulisan artikel untuk lomba
tersebut. Anies lulus kuliah pada tahun 1995, setahun kemudian ia
mendapat beasiswa melanjutkan studi master bidang International Security
and Economic Policy, di University of Maryland, College Park. Sewaktu
kuliah ia dianugerahi William P. Cole III Fellow di Maryland School of
Public Policy, ICF Scholarship, dan ASEAN Students Award. Setelah lulus
dari program master ia mendapatkan beasiswa program doktoral dari
Northern Illinois University. Disertasi Anies Baswedan tentang “Otonomi
Daerah dan Pola Demokrasi di Indonesia”. Ia juga aktif menulis artikel
dan menjadi pembicara baik di dalam maupun luar negeri. Ia banyak
menulis artikel mengenai desentralisasi, demokrasi dan politik Islam di
Indonesia. Artikel jurnalnya yang berjudul “Political Islam: Present and
Future Trajectory” dimuat di Asian Survey, sebuah jurnal yang
diterbitkan oleh Universitas California. Sementara artikel “Indonesian
Politics in 2007: The Presidency, Local Elections and The Future of
Democracy” diterbitkan oleh BIES, Australian National University.
Pemikirannya mengenai otonomi daerah dan desentralisasi tidak hanya
tertuang dalam disertasinya. Tetapi merupakan sumbangsih penting bagi
proses transisi pemerintahan Indonesia dari sentralistik menuju
desentralisasi melalui otonomi daerah.
Dalam berbagai kesempatan, Anies Baswedan selalu mengatakan ada tiga
hal yang ia jadikan pedoman dalam memilih karier. Apakah secara
intelektual dapat tumbuh, apakah masih dapat menjalankan tanggung
jawabnya sebagai kepala keluarga, apakah mempunyai pengaruh sosial.
Inilah yang menjadi dasar Anies sangat mementingkan persaingan dalam
lingkup global dan internasional. Dan tingginya rasa sosial terhadap
sesama terutama dalam masalah pendidikan.
Selesai program Strata 1 (S1) di Fakultas Ekonomi UGM, Anies Baswedan
sempat berkarier sebagai peneliti dan koordinator proyek di Pusat
Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM. Kariernya di sana tak berlangsung
lama, sebab pada 1996 ia mendapatkan beasiswa program master ke Amerika
Serikat. Selesai mengambil kuliah doktor pada 2004, karena tidak
memiliki uang untuk kembali ke tanah air, Anies sempat bekerja sebagai
manajer riset di IPC, Inc. Chicago, sebuah asosiasi perusahaan
elektronik sedunia. Kecintaannya pada tanah air membuatnya kembali ke
Indonesia. Ia kemudian bergabung dengan Kemitraan untuk Reformasi Tata
Kelola Pemerintahan sebuah lembaga non-profit yang berfokus pada
reformasi birokrasi di beragam wilayah di Indonesia dengan menekankan
kerjasama antara pemerintah dengan sektor sipil. Hal ini tentu saja tak
lepas dari kepeduliannya terhadap demokrasi, otonomi daerah dan
desentralisasi seperti tertuang dalam disertasi dan artikel-artikelnya
di beragam jurnal dan media. Anies kemudian menjadi direktur riset The
Indonesian Institute. Ini merupakan lembaga penelitian kebijakan publik
yang didirikan pada Oktober 2004 oleh aktivis dan intelektual muda yang
dinamis. Kariernya di The Indonesian Institute tentu tak lepas dari
latar belakang pendidikannya di bidang kebijakan publik.
Pada 15 Mei 2007, Anies Baswedan menemui momen penting dalam kariernya.
Ia dilantik menjadi Rektor Universitas Paramadina, menggantikan posisi
yang dulu ditempati oleh cendekiawan Muslim, Nurcholish Madjid, yang
juga merupakan pendiri universitas tersebut. Dilantiknya Anies menjadi
rektor membuatnya tercatat sebagai rektor termuda di Indonesia, dimana
saat itu usianya baru menginjak 38 tahun. Anies terkesan dengan pidato
Joseph Nye, Dekan Kennedy School of Government di Harvard University,
yang mengatakan salah satu keberhasilan universitasnya adalah “admit
only the best” alias hanya menerima yang terbaik. Dari sinilah Anies
kemudian menggagas rekrutmen anak-anak terbaik Indonesia. Strategi yang
kemudian dikembangkan Anies Baswedan adalah mencanangkan Paramadina
Fellowship atau beasiswa Paramadina. Beasiswa itu meliputi biaya kuliah,
buku, dan biaya hidup. Paramadina Fellowship adalah perwujudan
idealisme dengan bahasa bisnis. Hal ini dilakukan karena kesadaran bahwa
dunia pendidikan dan bisnis memiliki pendekatan yang berbeda. Untuk
mewujudkan itu Anies mengadopsi konsep penamaan mahasiswa yang sudah
lulus seperti yang biasa digunakan di banyak Universitas di Amerika
Utara dan Eropa. Caranya, titel seorang lulusan universitas tersebut
mencantumkan nama sponsornya. Misalnya jika seorang mahasiswa
mendapatkan dana dari Mien R. Uno (seorang pendonor) maka mahasiswa
tersebut diwajibkan menggunakan titel Paramadina Mien R. Uno fellow.
Strategi Paramadina Fellowship ini menunjukkan dampak yang sangat
positif. Kini bahkan 25% dari sekitar 2000 mahasiswa Universitas
Paramadina berasal dari beasiswa ini. Tentu ini sumbangsih penting bagi
dunia pendidikan Indonesia di tengah mahalnya biayanya pendidikan
tinggi. Gebrakan lain yang dilakukan oleh Anies Baswedan di universitas
yang ia pimpin adalah pengajaran anti korupsi di bangku kuliah. Hal ini
didasari karena Anies menganggap bahwa salah satu persoalan bangsa ini
adalah praktek korupsi. Karena itu ia berinisiatif membuat mata kuliah
wajib anti korupsi. Yang diajarkan dalam mata kuliah ini mulai kerangka
teoritis sampai laporan investigatif tentang praktik korupsi. Matakuliah
anti korupsi yang digagas oleh Anies sebagai mata kuliah di Universitas
Paramadina, bisa ditiru, oleh perguruan – perguruan tinggi lain di
Indonesia. Bahkan mungkin, bisa dikembangkan, dan ditindak lanjuti hasil
dari kuliah anti korupsi. Mungkin, dengan adanya mata kuliah anti
korupsi, terwujud cita – cita Indonesia mempunyai negara dan pemimpin
yang bebas dari korupsi.
Saat Anies kuliah di Amerika Serikat. Tinggal, belajar dan bekerja di
sana membuatnya memahami bahwa anak-anak Indonesia membutuhkan
kompetensi kelas dunia untuk bersaing di lingkungan global. Tetapi,
kompetensi kelas dunia saja tak cukup. Anak-anak muda Indonesia harus
punya pemahaman empatik yang mendalam seperti akar rumput meresapi tanah
tempatnya hidup. Semua proses di atas, secara perlahan membentuk ide
besar Gerakan Indonesia Mengajar. Konstruksi dasarnya mulai terumuskan
pada pertengahan 2009. Ketika itu, Anies mendiskusikan dan menguji
idenya pada berbagai pihak. Gagasan ini kemudian siap mewujud ketika
beberapa pihak berkenan menjadi sponsor. Proses untuk mendesain dan
mengembangkan konsep Indonesia Mengajar pun dimulai pada akhir 2009,
dengan membentuk tim kecil yang kemudian berkembang hingga menjadi
organisasi seperti sekarang ini. Sampai saat ini pun, Anies Baswedan
merupakan salah satu pendiri dan juga Ketua Yayasan Gerakan Indonesia
Mengajar. Dan juga ada Buku “Indonesia Mengajar” berisi kisah tentang
para Pengajar Muda di Pelosok Negeri, buku tersebut diperkenalkan kepada
masyarakat luas.
Saat itu, Anies bergaul dan belajar banyak dari seorang mantan rektor
UGM periode 1986-1990: Prof Dr Koesnadi Hardjasoemantri (Pak Koes). Pak
Koes, seorang keturunan ningrat dari Tasikmalaya, adalah eks Tentara
Pelajar yang pasca-revolusi kemerdekaan menjadi mahasiswa di UGM yang
baru berdiri di Jogja. Inspirasi Indonesia mengajar berawal dari pak
Koes yaitu teman bergaul bapak Anies Baswedan . Indonesia mengajar, ada
tahun 1950an, Pak Koes menginisiasi sebuah program bernama Pengerahan
Tenaga Mahasiswa (PTM), yakni sebuah program untuk mengisi kekurangan
guru SMA di daerah, khususnya di luar Jawa. Dalam beberapa kasus, PTM
ini justru mendirikan SMA baru dan pertama di sebuah kota kabupaten.
Semasa mahasiswa sampai pasca kepulangan dari kuliah di Amerika Serikat,
Anies sering melakukan perjalanan, berinteraksi dan tinggal di daerah
atau lingkup budaya berbeda. Waktu kuliah, ia tinggal di daerah lain,
walau hanya beberapa bulan, semasa Kuliah Kerja Nyata (KKN). Ia juga
sering melakukan perjalanan riset terkait pekerjaannya sebagai peneliti
dan penasehat di sebuah lembaga di Jakarta, dan terkadang tinggal dan
berinteraksi dengan berbagai unit budaya di Indonesia maupun di luar
negeri.
Pengalaman tersebut membawa Anies pada beberapa hasil perenungan:
1. Janji Kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak diterima
merata di penjuru Tanah Air. Sebagian sudah lunas terpenuhi janjinya dan
sebagian lainnya belum.
2. Tinggal dan berinteraksi di lingkungan kebudayaan yang berbeda, akan
memberikan pengalaman kepemimpinan nyata dan pemahaman empatik yang
tinggi bagi yang melaluinya. Inilah salah satu rujukan tumbuhnya ide
Indonesia Mengajar.
Setelah Indonesia mengajar, Anies dan rekan – rekannya menyiapkan
Gerakan Kelas Inspirasi. Kelas Inspirasi adalah semacam gerakan berbagi
pengalaman dan nilai-nilai yang melibatkan sekitar seribu orang berlatar
profesi macam-macam, di sekitar 130 sekolah dasar. Menurut Anies,
anak-anak itu akan terbuka wawasannya, setelah para profesional mulai
wartawan, dokter, penulis naskah, geologis, arsitek hingga juru masak
menceritakan pengalamannya serta membagikan nilai-nilai positif dalam
perjalanan hidupnya. lalu mereka para siswa sekolah dasar memiliki
mimpi, yang bisa menjadi semacam motivator. Jika selama ini, anak-anak
itu terpaku semata-mata pada cita-cita seperti insinyur, dokter atau
pilot, maka diharapkan setelah mengikuti GKI, mereka akan memiliki
pengetahuan lebih luas terhadap aneka profesi lainnya.
Menurut Anies Indonesia Mengajar bukanlah semacam simbol kritik
terhadap pemerintah yang dianggap gagal. Indonesia mengajar mampu
menyelesaikan permasalahan pendidikan misalnya kekurangan tenaga
pendidik. Kita itu justru mau menggandakan perasaan memiliki atas
masalah pendidikan. Bahwa pendidikan bukan masalahnya pemerintah saja.
Secara konstitusional ini kewajiban negara, tetapi secara moral,
mendidik adalah kewajiban setiap orang terdidik. Ini pesan yang ingin
kita gandakan. Jika nanti di sana ada yang bilang terima kasih anda
sudah datang, terima kasih sudah mau mengajar di sini, padahal
pemerintah belum kirim orang, maka katakan: saya mewakili negara, saya
datang mewakili bangsa.
Pada akhir Februari 2013 lalu, Anies Baswedan terpilih sebagai Ketua
Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK, untuk menyelidiki
pembocoran surat perintah penyidikan terkait kasus dugaan korupsi mantan
Ketua Umum Partai Demokrat. Saya adalah orang yang selalu ingin menjadi
bagian dari bermasyarakat, tetapi memanfaatkan pengetahuan untuk bisa
membaca fenomena secara analitik, lalu mencoba mengusulkan solusi-solusi
yang bisa diaplikasikan, jelasnya.
Filosofi Anies dalam berpolitik. Berpolitik itu membawa ide, bawa
gagasan, dan menyelesaikan dengan kepala tegak. Kalau bepolitik itu
semata-mata untuk mendapatkan kekuasaan, kata Anies, pasti dia keluar
dengan kepala menunduk. Dan saya rasa, hari ini terlalu banyak orang
kepalanya menunduk. Saya tak mau ikut rombongan yang ikut menunduk di
situ, tandasnya. Menurutnya, pendekatan yang lebih tepat adalah
kepemimpinan yang hadir untuk merangsang semua orang mau menyelesaikan
masalah yang mereka hadapi.
Anies mempunyai hobi antara lain yaitu memelihara burung . Sebetulnya
ini adalah hobi di masa kecil Anies. Di masa kanak-kanak di Yogyakarta,
dia acap bermain ke Pasar burung Ngasem. Di sanalah, Anies mengaku
menikmati suara-suara burung itu, serta sesekali membelinya. Namun
demikian, Anies menekankan, belasan burung yang dia pelihara di
rumahnya, merupakan hasil penangkaran. Anies tidak ingin ada burung yang
dipelihara di rumahnya hasil penangkapan. Hobi lainnya, Anies mengaku
masih menyempatkan membaca buku. Anies juga rajin mengajak keluarga ke
toko buku atau museum.
Minggu, tanggal 22 Desember 2013 Anies Baswedan berkunjung ke makam
presiden pertama Indonesia, Soekarno di Blitar, Jawa Timur. Anies
mengaku akan meniru perjalanan hidup Bung Karno. “Dia hibahkan semua
hidupnya, dia bahkan tidak ambil sedikit pun kepada republik”. Kekaguman
Anies akan sosok Bung Karno juga tak lepas dari persahabatan kakeknya,
AR Baswedan dengan sang Proklamator. Anies berziarah ke makam Bung Karno
bukan untuk pencitraan di dalam dunia politik. Karena memang Anies dari
SD sudah hobi membaca biografi tokoh kepahlawanan, bahkan Anies juga
pernah melayat ke makam Sultan Hamengku Buwono bersama adiknya. Dan
Anies juga sudah sering berkeliling Indonesia dengan bendera Indonesia
mengajar, sebelum Anies masuk ke dunia politik. Hal itu membuktikan
bahwa Anies memiliki jiwa juang dan sosial yang tinggi terhadap
Indonesia.
Pemikiran Anies tentang pembangunan Indonesia. Anies mengkritik fokus
pembangunan yang selama ini dilakukan pemerintah hanya pada
infrastruktur. Menurut Anies, seharusnya fokus kerja terletak kepada
peningkatan kualitas manusia Indonesia. Anies juga mengambil contoh
negara OKI yaitu Organisasi Kerjasama Islam mengatakan, Gross Domestic
Product (GDP) 57 negara OKI jika digabungkan hanya 79 persen negara
Jepang. Padahal, negara-negara anggota OKI berlimpah sumber daya alam
seperti Indonesia, Arab Saudi, Qatar, Iran, Irak, Libia. Jepang tak
punya SDA, hanya memiliki manusia. Anies berpendapat sudah saatnya kita
mengembalikan manusia Indonesia sebagai fokus dalam pengembangan
Indonesia secara lengkap,” . Bukan hanya menyinggung infrastruktur untuk
manusia. Anies mencontohkan ketimpangan kondisi ekonomi di Indonesia.
Jika dibuat peta Indonesia berdasarkan jarak ekonomis, kata dia, maka
jarak Jakarta-Cirebon akan lebih jauh ketimbang Jakarta-Singapura.
“Sekarang kita mau jaga keutuhan Indonesia, jarak itu harus dibereskan.
Saya rasa ini problem yang luar biasa. Ketimpangan antara yang makmur,
sejahtera, dengan tidak sejahtera. Yang bekerja dengan yang tidak
bekerja. Yang berpengetahuan dengan tidak berpengetahuan. Ketimpangan
ini harus dibereskan secara amat mendasar. Kalau kita akan menjadi
bagian dari global dan ini belum beres, saya rasa akan menjadi masalah
besar,” papar Anies.
Dari pemaparan Anies di atas, tentang pembangunan Indonesia,
mencerminkan sosok dan sifat pemimpin yang sesungguhnya. Anies, mampu
menangkap permasalahan besar yang sebenarnya terjadi di Indonesia, mulai
dari kurangnya rasa empati masyarakat Indonesia, tingginya korupsi dan
kesalahan pemerintah saat ini, dalam membaca masalah pembangunan
Indonesia. Masyarakat Indonesia mayoritas muslim, orang – orang beragama
harusnya malu jika mengambil uang yang bukan haknya, jika
mengeksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan pribadi maupun
politik.
Pada Pemilu 2009, Anies menjadi moderator dalam acara debat calon
presiden 2009. Pada akhir 2009, Anies dipilih oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono untuk menjadi anggota Tim-8 dalam kasus sangkaan
pidana terhadap pimpinan KPK yaitu Bibit dan Chandra. Walaupun Anies
tidak memiliki latar belakang hukum, namun ia dipilih menjadi Juru
Bicara Tim-8. Penyampaiannya yang sistematis, tenang dan obyektif
dianggap turut membantu menjernihkan suasana dalam suhu politik yang
agak memanas di masa itu.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berusaha keras menemukan penerus di
Partai Demokrat, yang popularitasnya sedang terpuruk dan tercoreng
skandal-skandal korupsi tingkat tinggi, untuk bersaing pada pemilihan
umum tahun 2014. Tak mampu menemukan penerus yang ideal dalam tubuh
partai, Presiden SBY mengundang sejumlah tokoh nasional untuk
memperebutkan tiket calon presiden dan wakil presiden melalui sebuah
konvensi partai yang oleh para pengamat kerap dijuluki “Indonesian
Idol”, kontes popularitas versi partai politik. Di antara sebelas
kandidat yang berlaga adalah Anies Baswedan , 44, Rektor Universitas
Paramadina, Jakarta. Seorang akademisi yang kritis menyuarakan
pandangannya tentang pluralisme dan toleransi. Ia menjadi cermin bagi
pandangan yang progresif untuk sebuah masyarakat Indonesia yang modern,
terdidik dan toleran. Anies secara rutin menulis kolom di media massa
mengenai masalah pendidikan, kebijakan publik, Islam dan politik.
Sebelumnya ia tidak bergabung dengan partai politik manapun. Tantangan
terbesar dari politik Indonesia adalah integritas. Kita harus
mengembalikan integritas dan kredibilitas dalam proses pengambilan
keputusan. Kepentingan dan kedaulatan rakyat haruslah nomor satu.
Indonesia tidak bisa berkompetisi secara global ketika masyarakatnya
tidak terdidik. Kita tidak bisa menciptakan kesejahteraan dengan cash
transfer. Kita harus membuat masyarakat mandiri melalui pendidikan,
sehingga mereka bisa menghadapi dan memecahkan masalah. Sementara itu
tujuan jangka pendek adalah memperbaiki dan memperkuat penegakan hukum.
kepemimpinan di Indonesia seharusnya tidak mencerminkan kekuatan
politik semata, tapi harus menjadi wajah dari ide dan gagasan
kepemimpinan ke depan mau jadi apa. Kita harus membangkitkan kepercayaan
pada proses politik. The job of leadership adalah untuk membawa nuansa
yang positif.
Menurut Anies setiap pemimpin, pasti mempunyai masalah dalam mengemban
amanat kepemimpinannya. Saya ingin membangun dan meningkatkan human
capital. Kita memiliki 170 ribu SD, 39 ribu SMP dan 27 ribu SMA. Dari
situ kita melihat bahwa kita memang berencana untuk mendidik semua
orang. Menurut Anies, kita membangun manusianya. Tapi tahukah Anda, dari
5.6 juta yang masuk SD, hanya 2.3 juta yang lulus SMA? Yang 3,3 juta
hilang di jalan. Kemana dan mengapa mereka menghilang? Ini angka tahun
2012. Dan ini adalah mereka yang bersekolah. Bagaimana dengan anak-anak
lain yang tidak bersekolah?. Anies yang memang seorang rektor dan
memiliki jiwa sosial dan juang yang tinggi terhadap pendidikan dari
dulu. Kinipun juga ikut teraplikasikan program – progam pendidikannya
saat Anies terjun ke dunia kepemimpinan dan politik.
Anies mengungkap kegemarannya berkelahi saat usianya berkisar antara 7
dan 8 tahun, ketika duduk dibangku SD Laboratori, Yogyakarta.”Saya rasa
(saya) terinspirasi Muhammad Ali,”ungkap Anies, menyebut idolanya
petinju legendaris berkulit hitam asal Amerika Serikat. Lantaran gemar
meninju teman-teman sebayanya, baik di sekolah atau di lingkungan
rumahnya di Yogyakarta, ibunya Aliyah Rasyid, saat itu dosen IKIP
Yogyakarta berulangkali dipanggil kepala sekolah. Namun demikian, siapa
sangka, kegemarannya bertinju itu kelak mengantarnya gemar membaca buku,
dan mengenal tokoh-tokoh nasional dan dunia, serta belakangan
membuatnya akrab dengan istilah dan makna inspirasi.
Suatu saat, orang tuanya mendaftarkan Anies kecil menjadi anggota
perpustakaan milik Surat Kabar Kedaulatan Rakyat (KR), yang letaknya
kira-kira empat kilometer dari kediamannya. Sang ayah, Rasyid Baswedan,
juga mengizinkannya naik sepeda saat berangkat dan pulang dari
perpustakaan tersebut, saban sore. Belakangan, Rektor Universitas
Paramadina (sejak 2007 lalu) ini menyadari bahwa keputusan orang tuanya
mengizinkannya bersepeda ke perpustakaan KR tiap sore hari,
menjauhkannya dari kegemarannya adu jotos dengan kawan-kawan di
lingkungan rumahnya. Lebih dari itu, aktivitas bersepeda ke perpustakaan
itu juga membuatnya lambat-laun menyukai kegiatan membaca buku ,
walaupun orang tua Anies tidak mengajarkan pada Anies, cintailah buku,
bacalah, atau buku itu penting. Cerita Agus Salim tokoh nasional dan
Menteri Luar Negeri di jaman revolusi kemerdekaan itu menempel betul
pada diri Anies Baswedan waktu itu.
Di sinilah, Doktor ilmu politik Universitas Northern Illinois (2005)
ini, menyebut keputusan orang tuanya sebagai trik yang cukup menarik,
karena tanpa secara eksplisit saya diberitahu untuk menyukai buku, tapi
saya diarahkan untuk menyukai buku.
Kesuksesan Anies sekarang ini, bukan tanpa perjuangan dan pengorbanan.
Anies sebagai Ketua yayasan Indonesia mengajar, Rektor Universitas
Paramadina, dan semua penghargaan Anies baik nasional maupun
internasional. Itu semua diperoleh karena Anies belajar mempunyai rasa
tanggung jawab, rasa sosial, dan empati. Anies belajar itu semua dari
kecil, dan saat Anies mengerti tentang organisasi dan pentingnya
pendidikan, dia mulai membentuk organisasi sosial seperti kelabang atau
klub anak berkembang,yang kegiatannya dalam bidang olahraga dan seni,
hingga dilanjutkan dengan OSIS, ketua senat, beasiswa dan pertukaran
pelajar. Anies hobi membuat kliping, artikel – artikel Anies, disertasi
dan karya tulis Anies, banyak dimuat di jurnal nasional maupun
internasional, bahkan karya tulis Anies tentang desentralisasi dan
otonomi daerah menjadi sumbangsih penting bagi pemerintahan Indonesia.
Memang Anies dilahirkan dari keluarga pendidik, namun kepedulian Anies
yang salah satunya diwujudkan dengan gerakan Indonesia mengajar,
merupakan salah satu contoh empati dan semangat juang yang tinggi
terhadap Indonesia. Gagasan Indonesia mengajar yang didirikan oleh Anies
hanyalah salah satu contoh bagi masyarakat Indonesia, untuk memahami
pentingnya pendidikan, toleransi, dan membantu sesama. Sehingga
menghasilkan kesuksesan dan manfaat yang besar untuk Anies, masyarakat
Indonesia, dan secara tidak langsung Anies juga telah menyumbang
pembangunan Indonesia. Walaupun diantara kita ada yang tidak terlahir
dari kalangan akademis, seperti beliau Anies Baswedan, tapi jangan
jadikan itu alasan. Kita harus meniru semangat Anies Baswedan untuk
melunasi janji kemerdekaan, dalam hal apapun kita harus mempunyai
semangat juang yang tinggi untuk melunasi janji kemerdekaan. Seperti
Anies Baswedan yang melakukan perubahan kecil untuk Indonesia dan
berdampak besar pada pendidikan Indonesia, tentunya dengan hati dan
sikap rendah hati dan tidak terpengaruh iming – iming kekuasaan.
Sumber : artikel - kompasiana foto- ub.ac.id
0 komentar:
Posting Komentar